MAUBESI DALAM SAJARAH DAN BUDAYA

Maubesi adalah sebuah kota kecil atau tepatnya sebuah kelurahan dengan beberapa kampung, dalam wilayah kabupaten Timor Tengah Utara, Porpinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Anda diundang untuk membaca atau pun menulis ttg apa saja mengenai Maubesi.

Rabu, 21 September 2011

Suku-suku yang mendiami Maubesi

Dahulu ada banyak suku yang mendiami kaki gunung Maubesi. Di bagian selatan kaki gunung Maubesi adalah suku-suku yang sekarang mendiami wilayah Lansese, Lekusene, Mamsena, Sekon dan Banlunas.
Di bagian Timur kaki gunung Maubesi adalah suku-suku yang sekarang mendiami wilayah Kiupasan, termasuk Usfinit sebagai Kaisar Maubes - Insan. Dan di bagian barat kaki gunung Maubesi  berdiam suku-suku yang sekarang mendiami wilayah Maubesi. Suku-suku yang mendiami Kiupasan dan suku-suku yang mendiami Maubesi sekarang dahulu hidup berdampingan di kaki gunung Maubesi.
Ada dua suku tua yang mendiami wilayah ini sebelum datangnya Usfinit sebagai Kesel Maubes yakni suku Naisaban dan Oelue. Mereka juga disebut amaf, tuan tanah dari wilayah ini. Hal ini terbukti dengan pembagian wilayah yang jelas antara kedua suku ini. Tanah Oeleu di bagian selatan Maubesi yang meliputi Kuafeu, Bibase, atnoe, wilayah tuamau, sebagian dari Ainlite, Nefo Bajaepunu, hingga Seumbam. Sedangkan tanah suku Naisaban meliputi Bakniman, Tainmetan, Sobe, Nakol, bagian utara Ainlite, Fileu, Katoe, Polo, Nefokiuba, Naufbena, dan Meo hingga berbatasan dengan Tunbaba. Bukti  lain sebagai tuan tanah adalah adanya Air karamat atau sumber air sebagai tempat pemujaan nenek moyang tiap tahun. Suku Oeleu di Kenla, dan suku Naisaban di Mamna. Ketika Usfinit berkuasa sebagai kaisar Maubes, suku Naisaban dipercayakan untuk menjaga sumber air mamna di mana Kaisar akan mulai dari situ sebelum berkeliling wilayah Timor dan akan kembali lewat mamna sumber air ini. Sejak dulu hingga sekarang, setiap tahun ada upacara besar di sumber air Mamna dari semua suku yang ada di Maubesi dibawah koordinasi suku Naisaban sebagai penjaga sumber air tersebut. Upacara ini biasanya dilakukan pada bulan Oktober atau November sebelum datangnya hujan. Tujuan dari upacara ini adalah meminta kepada Tuhan penguasa bumi dan langit untuk memberikan musim hujan yang lancar dan panen yang baik untuk tahun yang akan datang. Tempat upacara ini di sumber air Mamna dan di atas gunung Maubes. Tentang diteil dari upacara ini akan kami bahas secara khusus pada kesempatan yang akan datang. 
Suku-suku lain yang mendiami Maubesi selain Naisaban dan Oeleu adalah Naimena (apakah mereka datang dari Mena), Ka'auni, Saunaoh (yang sebenarnya penguasa tanah di bagian utara Kiupasan), Tas'au, Banusu, Kuahane, Naisebe, Neonbenu (yang berasal dari Naibenu wilayah Oekusi), Mataufue, dan beberapa suku dari Tunbaba sekarang mendiami sebagian Buit-buit dan Seumbam. Suku-suku ini secara adat tidak memiliki tanah suku, tetapi mereka diakomodir atau diterima oleh dua suku tua sehingga mereka pun diberi hak untuk mendiami wilayah tertentu dalam wilayah Maubesi, atau istilahnya mereka diberi tanah untuk rumah dan kebun oleh kedua suku tua di atas. Selain penduduk asli Timor ada juga perkampung orang Cina. Umumnya mereka berdagang sehingga tempat mereka di jalan umum yang strategis. di Maubesi mereka tinggal di sekitar Kuafeu, dan Banlua. Ada yang telah pindah ke Kota Kefa, atau Atambua, tetapi ada yang telah tiga sampai empat turunan tetap setia tinggal di Maubesi sampai sekarang. (Maubes-Insana: salah satu masyarakat di Timor dengan struktur adat)
Dalam kehidupan setiap hari  pembagian wilayah secara ketat tidak terlalu kaku seperti dulu lagi. Tanah yang telah disertifikasi pemerintah tetap merupakan hak milik pemiliknya apapun sukunya, tetapi tanah yang belum disertifikasi atau belum digarap masih dalam kekuasan suku. Yang menggunakannya harus minta izin dari Tobe dan Kapitan dari ke dua suku itu.
Maubesi yang terletak di jalan Poros trans Timor, yang menghubungkan kota-kota besar di Pulau Timor turut terimbas oleh interaksi antar suku, wilayah dan bangsa. Banyak orang dari luar daerah dan pulau juga tinggal menetap di Maubesi. Hal ini memperkaya dan mendukung perkembangan kelurahan ini menjadi lebih hidup dan mobile dalam perkembangan pembangunan, ekonomi, budaya, dan pendidikan. Kita mengharapkan supaya Maubesi tetap menjadi kota kecil, atau kelurahan, atau pun kampung yang punya tradisi dan budaya yang kokoh sambil terus menyesuaikan diri dengan perkembangan pembangunan fisik, budaya, dan rohani dari dunia luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar