MAUBESI DALAM SAJARAH DAN BUDAYA

Maubesi adalah sebuah kota kecil atau tepatnya sebuah kelurahan dengan beberapa kampung, dalam wilayah kabupaten Timor Tengah Utara, Porpinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Anda diundang untuk membaca atau pun menulis ttg apa saja mengenai Maubesi.

Senin, 19 September 2011

Tenun Ikat Maubesi

 Maubesi sekarang telah menjadi sebuah kelurahan yang meliputi kampung Bibase, Buit-Buit, Kuafeu, Balkeh, Sobe, tainmetan, Nakol, Ainlite, dan Polo. Maubesi juga menjadi ibu kota kecamatan Insana Tengah setelah dipisahkan dari kecamatan Insana induk.
Kelurahan Maubesi yang terletak 18 KM   dari arah Kefamenanu  ke Atambua, menyajikan ciri khas bangunan rumah yang unik. Bangunan paling depan adalah Lopo, menyusul  rumah induk dapur dan WC paling jauh di belakang. Lopo Fungsinya untuk melakukan acara adat, tempat bersantai, terima tamu, tempat berkumpul keluarga, tempat menenun, tapi yang utama adalah tempat menyimpan makanan. Setelah panen dari kebun padi dan jagung disimpan di loteng lopo. Setiap kali butuh untuk masuk baru diambil dari atas dengan bantuan tangga bambo. Struktur kamar rumah induk fingsinya sama seperti yang ada pada kebudayaan lain.
Kerajinan tenun ikat umumnya berlaku untuk semua perempuan. 
Setiap perempuan dilatih untuk bisa menenun. Pada hari bukan kerja kebun kita akan menyaksikan para ibu sedang menenun di lopo-lopo yang ada di depan rumah mereka. Tentang proses menenun akan kita bicarakan pada tulisan-tulisan yang lain.  Tenun Ikat Desa Maubesi memiliki ciri khas khusus, Ciri khas dari tenun ikat orang Mabesi biasa disebut  Lotis, Sotis,  futus, dan bunak.  Suatu kebanggaan bagi para suami bila kain tenun dibuat oleh istrinya. Jenis kain pun ada yang kecil dan besar.  Yang kecil disebut “bet’ana”  dan yang besar disebut “ bete’ naek”. “bête naek” diikat sebagai bawahan dikombinasikan dengan kemeja, sedang “bet ana” dikalung di leher bila mengikuti pertemuan-pertemua adat atau pertemuan resmi lainnya.

Selain untuk kebutuhan rumah tangga,  acara adat, acara perkawinan, dan  bawaan bila ada kedukaan; tenun ikat juga punya nilai ekonomis. Kain yang telah ditenun akan dijual untuk menunjang perkenomian keluarga.  Cara penjualan bisa langsung di pasar-pasar tradisional, maupun lewat agen atau makelar kain yang biasa berkeliling ke kampong-kampung. Nilainya berkisar dari lima ratu ribuan hingga tiga jutaan, tergantung kualitas motif dan kombinasi warna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar